|
sorogan ustadz madan |
Pengelola lembaga pendidikan Ponpes Sirojul Mukhlasin 2, MTs-MA Yajri tidak memberlakukan metode sorogan secara leterlek sebagaimana yang terjadi dalam pembelajaran di lingkungan pondok pesantren salaf, tetapi mengambil ruh dan motivasi dari metode pembelajaran sorogan. Metode ini digunakan sebagai pola pendekatan belajar individual, dengan tujuan pembelajaran yang berpusat pada siswa. sehingga dapat lebih melayani dan mengembangkan potensi akademik peserta didik, juga memotivasi peserta didik untuk melaksanakan
akselarasipendidikan dan pembelajaran dengan tidak mengabaikan unsur pendidikan lainnya. Selain itu, kegiatan belajar mengajar dengan metode ini disamping untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diajarkan, juga diarahkan untukl mendorong individu siswa-santri belajar sepanjang hayat (tidak terbatas di ruang kelas) serta mewujudkan masyarakat belajar (
learning society) serta kompetisi akselarasi pencapaian ketuntasan.
Dalam pelaksanaannya, metode ini tidak diterapkan secara apa adanya sebagaimana pembelajaran tradisional di pesantren, tetapi ada beberapa inovasi yang diterapkan dalam metode ini untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Beberapa inovasi dalam metode sorogan tersebut adalah :
- 1. Moving Class.
Pada sistem ini, manajemen tiap kelas dirancang sedemikian rupa sehingga tercipta iklim belajar yang kondusif dan peningkatan kualitas proses pembelajaran. Pada sistem ini, setiap guru dan mata pelajaran tertentu mempunyai ruang kelas pribadi, sehingga untuk mengikuti pelajaran, setiap siswa-santri harus berpindah dari satu kelas ke kelas lain yang sudah ditentukan. Ini sesuai dengan istilah moving class itu sendiri yang berarti kelas bergerak. Dengan adanya ruang kelas pribadi bagi setiap guru, siswa-santri harus bisa mencari kelas sesuai dengan mata pelajarannya saat itu..
Hal ini seperti metode sorogan dalam lingkungan pesantren, yang mana santri yang ingin mengkaji suatu kitab akan mendatangi kiai atau ustadz yang dianggap mumpuni untuk mengajarnya. Santri akan menyorogkan kitabnya kepada kiai atau ustadz agar dibacakan sebagaimana lazimnya pembelajaran di pesantren.
Dengan adanya sistem moving class ini siswa-santri dibiasakan untuk belajar secara kontekstual di luar kelas tetapi masih dalam lingkungan komplek madrasah dan pesantren. Dalam sistem ini, peserta didik dikelompokkan dalam small group menurut kemampuan masing-masing, dan mereka masuk ruang belajar sesuai kelompoknya. Dengan demikian peserta didik yang belum mendapat kesempatan untuk masuk menunggu di luar ruangan sambil mempersiapkan diri guna menyorogkan hasil belajar atau berkonsul.
Dengan jadwal pelajaran yang hanya dua pelajaran setiap harinya, siswa-santri dipersilahkan mengikuti salah satu pelajaran terlebih dahulu, untuk kemudian setelah menyelesaikan satu pelajaran, secara bergantian mengikuti pelajaran yang lain sesuai jadwal pada hari itu.
- 2. Team Teaching
Yang dimaksudkan dalam sistem ini adalah adanya dua orang guru atau lebih yang bekerja sama dalam memberikan satu pelajaran tertentu. Sistem ini dilaksanakan dengan tujuan untuk membantu siswa agar lebih lancar dalam proses belajarnya, juga untuk lebih meningkatkan kerjasama antar guru dalam memikirkan dan mengembangkan mata pelajaran yang diajarkannya.
Guru-guru yang tergabung dalam team teaching ini berasal dari latar belakang pendidikan dan pengalaman yang beragam, sesuai dengan kompetensi yang diajarkan. Dalam pelajaran Biologi misalnya, ada guru yang berlatar belakang pendidikan pertanian, ilmu Biologi murni dan pendidikan biologi. Untuk pelajaran Fisika, ada yang berlatar belakang pendidikan Fisika murni dan Fisika terapan. Atau dalam Bahasa Inggris, para guru yang tersedia mempunyai kemampuan yang menonjol satu sama lain dari empat ketrampilan berbahasa yang ada. Dengan demikian mereka bisa saling bekerjasama dan saling melengkapi satu sama lain. Peserta didik pun bisa lebih berkonsentrasi pada pengetahuan yang mereka minati.
Dalam pelajaran agama, para guru dan ustadz yang tergabung dalam team teachingdisesuaikan dengan passing grade yang akan dilalui siswa-santri. Untuk peserta didik tingkat dasar atau pemula akan diajarkan oleh guru/ustadz yunior, demikian selanjutnya guru/ustadz yang lebih senior akan menangani siswa-santri yang senior pula. Mayoritas para guru dan ustadz yang mengampu mata pelajaran agama adalah alumni madrasah dan pondok ini.
Selain itu, team teaching juga dimaksudkan untuk mengakomodir jumlah peserta didik yang tidak sebanding dengan jumlah guru. Dalam metode sorogan yang lebih berorientasi pada pembelajaran individual, seorang guru menghadapi sejumlah peserta didik yang tidak seimbang merupakan beban dan masalah tersendiri. Untuk itu dengan adanya team teaching diharapkan dapat menjadi solusi bagi berjalannya proses pembelajaran.
- 3. Accelerated learning.
Dalam pelaksanaan metode sorogan ini, dimungkinkan bagi peserta didik untuk mempercepat masa studinya jika ia sanggup dan mampu menuntaskan materi-materi atau kompentensi yang telah ditetapkan, lebih cepat dari waktu yang ditentukan..
Dalam hal ini, kualitas peserta didik tidak dilihat dari kelas berapa ia duduk, tetapi seberapa banyak kompetensi yang telah ia tuntaskan dan kuasai. Untuk itu, di madrasah ini tidak mengenal sistem kenaikan kelas sebagaimana layaknya sekolah atau madrasah lainnya.
Sebagai aplikasi dari program akselarasi ini, siswa-santri boleh menambah materi pada jenjang selanjutnya jika memang telah menuntaskan materi yang wajib diikuti pada tahun pembelajaran itu, walaupun secara administrative ia belum menduduki kelas selanjutnya. Sebaliknya, siswa-santri yang secara administratif sudah menduduki kelas yang lebih tinggi, tetapi ternyata ia masih belum menuntaskan materi pada kelas sebelumnya, maka ia dianggap mempunyai hutang yang harus dibayarkan sampai mendapatkan ketuntasan belajar pada materi tersebut.
Sebagai contoh pada mata pelajaran Biologi yang diampu oleh tiga orang guru sebagai bentuk team teaching. Misalkan dalam 1 tahun setiap siswa-santri tingkat kelas dua MA harus menyelesaikan enam bab materi/kompetensi dasar yang telah ditentukan oleh tiga orang guru sebagai pengampu, yang mana peserta didik diberi kebebasan untuk menentukan pilihan guru dan ruang belajar mana dulu yang akan didatangi untuk menyorogkan ilmunya. Jika dalam jangka satu tahun itu seorang siswa-santri dapat menuntaskan enam materi yang telah ditentukan, sementara masih ada waktu luang dalam tahun pembelajaran itu, dan memungkinkan bagi siswa-santri tersebut untuk menambah materi pada jenjang selanjutnya (tingkat kelas tiga), maka kepadanya dipersilahkan untuk menambah materi tersebut sesuai kemampuannya.
Dan sebaliknya, jika dalam tahun itu siswa-santri tersebut belum menuntaskan materi tingkat kelas dua, maka pada saat siswa-santri tersebut secara administratif duduk di tingkat kelas tiga, ia masih harus menuntaskan materi biologi di tingkat kelas dua sebelum mempelajari materi tingkat kelas tiga.
Untuk sementara ini, program akselarasi dengan metode sorogan ini tampak lebih maksimal pelaksanaannya dalam pembelajaran materi keagamaan.
Program ini sudah terbukti pada tahun pembelajaran 2008-2009, dengan lulusnya 3 peserta didik dalam mengikuti UN tingkat MA setelah menempuh pendidikan selama 2 tahun.
Juga ada beberapa peserta didik yang lulus UN tetapi belum menuntaskan materi Madrasah serta Pondok Pesantren, maka mereka belum berhak untuk menerima ijazah kelulusan.
- 4. Buku kendali Pembelajaran
Untuk mengontrol kegiatan pembelajaran pada peserta didik, madrasah memberlakukan monitoring melalui buku kendali pembelajaran yang harus dibawa oleh setiap peserta didik, guna dimintakan tanda tangan dan catatan dari Guru pengampu, sebagai bukti absensi kehadiran, partisipasi pembelajaran dan ketuntasan belajar. Buku ini akan dikontrol oleh Guru Pamong setiap harinya untuk memonitoring kegiatan siswa-santri dalam kegiatan pembelajaran.
- 5. Penilaian Portofolio dan Program Aplikasi Madrasah (PAM)
Sesuai dengan metode sorogan yang diterapkan di madrasah ini, kualitas dan ketuntasan peserta didik dalam suatu pembelajaran di nilai sesuai dengan tingkat pencapaiannya. Sebagaimana dalam metode sorogan di pesantren, santri boleh melanjutkan pembelajaran jika sudah dirasa menguasai materi atau kitab sebelumnya. Untuk mengetahui hal tersebut, santri menyorogkan hasil belajarnya kepada kiai atau ustadz yang bersangkutan untuk diuji kemampuannya dalam membaca, menterjemahkan (ala pesantren) dan pemahaman isi kitab tersebut.
Untuk itu setiap guru diharuskan menilai peserta didiknya setiap kali siswa-santri menyelesaikan satu materi atau satu kompetensi, agar betul-betul dapaty diketahui kualitas keilmuannya.
Untuk menyukseskan program metode sorogan ini, dibuatlah kriteria kelulusan peserta didik dalam pembelajaran formal sebagai berikut :
- Peserta didik harus lulus dan tuntas dalam mata pelajaran yang menjadi kurikulum madrasah dan pondok pesantren.
- Peserta didik harus lulus dalam mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional.
- Akhlaq dan tingkah laku selama masa pembelajaran menjadi pertimbangan penentuan kelulusan peserta didik dari madrasah.
- Peserta didik harus lulus dalam ujian akhir tertulis dan Praktik.
Dengan acuan tersebut, jika ada salah satu yang tidak memenuhi kriteria yang ditentukan, maka peserta didik belum dinyatakan lulus perndidikan formal madrasah.
Penilaian ini menggunakan prinsip sebagai berikut :
- Berorientasi pada kompetensi.
- Mengacu pada patokan/standar. Kriteria-kriteria khusus telah ditetapkan untuk masing-masing mata pelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
- Ketuntasan belajar. Pencapaian hasil belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan.
- Valid, adil, terbuka dan berkesinambungan. Penilaian dimaksudkan untuk memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar pesrta didik, adil terhadap semua peserta didik, terbuka untuk semua pihak dan dilaksanakan secara terus-menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta didik sebagai hasil kegiatan belajarnya.
Sebagai konpensasi dari sistem penilaian ini, madrasah menyediakan beberapa unit komputer bagi guru untuk memasukkan data nilai setiap peserta didik. Komputerisasi data dan nilai/raport hasil pembelajaran tersebut bisa diakses oleh siapa saja dan kapan saja, teermasuk orang tua atau wali peserta didik. Hal ini dimaksudkan sebagai sarana control dan monitoring terhadap kualitas proses pembelajaran di madrasah ini. Program ini dinamakan Program Aplikasi Madrasah (PAM).
Semua hasil penilaian dalam satu semester diolah untuk kemudian dijadikan raport kemajuan belajar peserta didik di akhir semester. Bentuk raport yang diberikan kepada peserta didik untuk disampaikan kepada orang tua atau walinya berbeda dengan bentuk raport pada madrasah atau sekolah lain. Di madrasah ini, raport diberikan apa adanya berupa print out hasil penilaian guru/ustadz di setiap materi atau kompetensi dasar yang telah diajarkan dan dujikan/disorogkan. Dengan demikian, setiap peserta didik mendapatkan raport sesuai jumlah pelajaran dan materi yang diikutinya, bisa satu siswa-santri mendapat 2 lembar raport untuk satu mata pelajaran jika ia telah menyelesaikan/menuntaskan lebih banyak materi dibanding kawan-kawanya.
Hasil kegiatan Pembelajaran peserta didik tersebut juga dapat diakses secara online melalui internet melalui situs
www.yajri.or.id.Pada prinsipnya, penggunaan metode sorogan yang diterapkan di madrasah ini dimaksudkan untuk membantu para orang tua dalam mendidik putra-putrinya. Ruh dan semangat metode sorogan merupakan sarana perangsang dan motivasi proses pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hal ini didasari dari pengertian bahwa pembelajaran merupakan proses membuat peserta didik belajar dan mempelajari hal-hal yang ia butuhkan dan disediakan untuk itu.
- 6. Guru Pamong dan Tutor sebaya
Guru Pamong adalah mereka yang bertugas untuk membina siswa-santri dalam implementasi pendidikan dan pembelajaran terutama di luar kegiatan pembelajaran formal. Mereka adalah para mutakhirrij (alumni) lembaga pendidikan ini yang turut berpartisipasi dalam perjuangan (khidmah) penyelenggaraan pendidikan di lembaga ini, baik mereka itu diminta oleh pengelola lembaga atau atas kemauan mereka sendiri untuk melakukan hal tersebut.
Mereka juga bertugas untuk membantu para orang tua/wali siswa-santri dalam menyimpan dan mengelola uang saku para siswa-santri agar terjamin keamanan dan penghematannya. Dalam konteks ini, para siswa-santri diwajibkan untuk menitipkan uang saku mereka kepada para Guru Pamong masing-masing setiap kali mendapatkannya dari orang tua atau wali mereka.
Guru Pamong juga mempunyai tugas sebagai mitra dan Tutor Sebaya dalam belajar di luar kelas formal. Mereka juga membimbing siswa-santri dalam kegiatan harian yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan.
Setiap menjelang dan akhir liburan, para Guru Pamong didampingi Guru BP dan bagian kesiswaan-keamanan mengadakan interaksi, koordinasi dan konsultasi dengan para orang tua atau wali siswa-santri yang menjemput untuk liburan atau mengantarkannya kembali pascaliburan. Dengan demikian terjalin komunikasi efektif dan dialogis terhadap perkembangan siswa-santri.
- 7. Penjemputan dan Pengantaran
Selain untuk tujan komunikasi antar Guru Pamong dan Orang Tua/wali, kegiatan penjemputan dan Pengantaran saat liburan mempunyai arti penting sebagai berikut :
- Menumbuhkan partisipasi Orang Tua/Wali terhadap kepedulian dan perhatian terhadap perkembangan peserta didik.
- Monitoring partisipasi finansial orang tua/wali dalam menyukseskan program pendidikan dan pembelajaran.
- Meningkatkan silaturrohim, silatul afkar dan silatul a’mal.
- Keamanan dan ketertiban siswa-santri dalam perjalanan.
- Meningkatkan kesadaran orang tua/wali akan tanggung jawab pendidikan bagi putra/putrinya.